3.1 Dampak pada Populasi Spesies yang Terancam Punah, Terancam dan Dilindungi dapat dipahami dan diminimalkan
*Spesies terancam, hampir punah, dan dilindungi juga harus mencakup semua daftar dari daftar Terancam Punah Nasional,regional, dan internasional, terutama International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Species
Langkah 1: Informasi untuk pengembangan dan strategi pengelolaan spesies berbahaya, terancam dan dilindungi (BTD) dikumpulkan untuk memahami resiko yang akan terjadi atau dampak buruk apabila spesies-spesies tersebut berkumpul dalam batas tertentu. Spesies-spesies yang termasuk berbahaya, terancam dan dilindungi tersebut akan ditulis jumlah kualitatif dan kuantitatifnya dalam daftar nasional dan internasional. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan kemungkinan kematian dalam penangkapan ikan (spesies) tersebut atau resiko yang akan dihadapi bila terjadi interaksi antara spesies-spesies tersebut dengan para nelayan.
Langkah 2: Pengelola menemukan usaha dalam mengurangi dan meminiailkan) tangkapan spesies yang Berbahaya, Terancam dan Dilindungi (BTD) disertai bukti sesuai yang dijelalaskan pada langka pertama diatas. Hasil dalam mengurangi interaksi dengan spesies tersebut dapat berupa penutupan kawasan perikanan sementara, batas ukuran ikan yang bisa ditangkap, dll.
Langkah 3: Informasi beserta bukti tentang keberhasilan pengurangan spesies BTD telah dibuat yang dapat disertai oleh program informasi dalam pengelolaan BTD,
Langkah 4: Nelayan/industri perikanan tidak menangkap (sebagai target atau bycatch) spesies yang dipastikan menjadi perhatian (IUCN definisi hampir terancam atau rentan, genting atau kritis), rentan, terancam atau dianggap ancaman oleh negara atau badan ilmiah internasional (yaitu, IUCN) (apabila data terkini dimiliki beserta rencana pemulihan keseluruhan untuk setiap spesies berisiko tertangkap dan bukti ilmiah bahwa penangkapan ikan konsisten dengan rencana pemulihan tersebut dapat mengabaikan ketentuan-ketentuan yang disebut). Kecuali apabila ada hal-hal lain yang bertentangan seperti penangkapan sirip hiu dan tindakan-tindakan yang memiliki dampak negatif seperti ghost fishing atau Daftar Merah Spesies Terancam, Spesies Terancam punah, CITES, dll.
3.2 Identifikasi Resiko terhadap spesies yang ditangkap (termasuk spesies bernilai rendah)
Langkah 1: Identifikasi spesies (termasuk nilai rendah) telah atau sedang dilakukan. Daftar spesies dikembangkan yang mencakup genus dan spesies untuk X% spesies yang ditangkap.
Langkah 2: Informasi tersedia atau sedang dikumpulkan untuk menangkap sisa spesies yang ada, untuk melakukan asesmen resiko overfishing. Bukti informasi yang meliputi parameter biologis (ukuran, dll.) dikumpulkan agar dapat mendukung pengelolaan spesies yang tertinggal.
Langkah 3: Asesmen resiko awal(prelimanary) diterapkan untuk menentukan apakah ada spesies yang bertahan (termasuk yang bernilai rendah) memiliki resiko biological overfishing. Asesmen resiko secara keseluran harus selesai pada tahapan ini.
Langkah 4: Tindakan-tindakan yang akan mengurangi risiko penangkapan berlebihan dari target dan spesies sekunder mulai dipertimbakan. Tindakan-tindakan ini harus telah disepakati sebelumnya.
Langkah 5: Tindakan yang disepakati mulai diterapkan untuk menghilangkan risiko (overfishing tidak boleh ada dalam pasokan (kurang dari, setara atau berfluktuasi di sekitar Fmsy atau yang setara) Tidak berisiko: kerentanan rendah, status IUCN paling rendah, badan pengelola menentukan Tidak melakukan overfishing, atau stok ikan di atas Identified Limit Reference Point (LRP), atau stok adalah spesies pakan dan F <Flenfest) karena penangkapan berlebih (overfishing) dari target tersisa dan spesies sekunder. Tata tertib dari pengelola harus ada dan diterapkan, bukti-bukti dapat sesuai dengan hukum yang ada, pemeriksaan jaring, dll
3.3 Pengelolaan dampak habitat, termasuk perlindungan habitat yang representatif dan memiliki nillai konservasi tinggi
Langkah 1: Informasi dikumpulkan untuk menentukan apakah alat tangkap yang digunakan memiliki dampak signifikan pada struktur dan fungsi habitat. Termasuk melakukan literature review ( penelitian teori atau temuan baru) dan melakukan wawancara terhadap nelayan. Keberadaan spesies yang memiliki dampak negatif harus jelas dan dapat ditemukan oleh Data spasial atau peta secara spesifik.
Langkah 2: Peta yang dapat menunjukan dasar penangkapan ikan dan gear type harus dibuat apabila habitat mulai muncul. Peta tersebut harus menunjukkan aktivitas perikanan. Evaluasi potensi atau perkiraan waktu pemulihan (recovery) pada dasar laut yang terkena dampak atau habitat lainnya yang juga terkena dampak harus dipertimbangkan saat membuat keputusan pengelola.
Langkah 3: Tindakan yang diambil diharapkan dapat mencegah atau mengurangi kerusakan habitat, zona penangkapan ikan terbatas, penutupan musiman, dan modifikasi perlengkapan (Langkah pengelolaan yang tepat sesuai dengan kontak gigi (gear contact) dan dampaknya terhadap habitat bentik (lihat Faktor 4.1 dalam Seafood Watch Fisheries Standard Version 3.2)). Ruang lingkup Kawasan Konservasi Laut (KKL) atau pengelolaan tata ruang lainnya diterapkan pada pengelola. Dokumen dapat diakses oleh publik untuk melakukan verivikasi padai tindakan yang dilakukan.
Sebelumnya PelajaranBerikutnya Pelajaran